Beberapa desa yang merupakan suku Sawai di Halmahera Tengah, antara
lain Desa Kobe Pante, Desa Kulo, Lelilef, Lukulamo, dan warga transmigrasi di
Woejerana SP2 sejak tahun 2010 sampai sekarang berhadapan dengan masalah yang
diakibatkan oleh kegiatan pertambangan nikel PT Tekindo Energi, yang
beroperasi dari tahun 2009 di Desa Kobe
dan Lelilef, Kecamatan Weda Tengah, Halmahera Tengah.
![]() | |||
limbah masuk dalam tambak ikan |
Perusahan tersebut telah mencemari air sungai Saloi dengan
limbahnya padahal sungai tersebut dipergunakan oleh warga di Lukulamo dan
Woejerana untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan tanaman mereka. Sehingga sampai
sekarang masyarakat kesulitan air bersih. Alternatifnya menunggu bantuan air
bersih dari perusahan, membeli air gelong atau menunggu air hujan. Bantuan air
dari perusahan itu pun diambil Woe Snah yang sudah dieksploitasi oleh PT TAKA
sub kontraktor PT WBN. Dalam keadaan terpaksa ketika persediaan air berkurang
masyarakat harus mengkonsumsi air sungai yang di duga sudah tercemar. Sekitar
90 orang yang ada di dua desa, Woejerana dan Lukulamo yang menderita penyakit
gatal – gatal.
Limbah perusahan juga mengalir ke sawah, perkebunan kelapa dan
tambak – tambak ikan. Produktifitas kelapa menurun, jika di tahun sebelum
masuknya PT Tekindo mereka biasa memproduksi kelapa sampai 1 ton, sekarang
paling 500 kg. Padi dan ikan ribuan ekor, mati semua karena limbah perusahan
tersebut mengalir bersamaan banjir dan masuk ke kebun dan tambak-tambak milik
warga.
Masyarakat adat juga kesulitan untuk mengakses hutan adat mereka. Dinas
kehutanan melarang masyarakat untuk membuka lahan baru di areal wilayah adat
yang sudah dikuasai PT Tekindo dan PT WBN. Bahkan kebun dan tanah sekitar 2.000
hektar yang sudah dieksploitasi tidak diganti rugi. Hutan adat menjadi rusak
karena digunduli, sehingga hewan buruan menjadi berkurang, laut ikut juga
termar karena limbah perusahan yang mengalir sampai ke Teluk Weda. Hasil
tangkapan nelayan di Kobe dan Lukulamo menurun drastis, bahkan mencari ikan
untuk makan pun sudah sangat sulit. Masyarakat adat yang berjuang hak – hak
mereka sering mendapat perlakuan yang tidak wajar, mereka dihadang oleh Polisi
dan Brimob. Proses intimidasi ini berjalan terus – menerus.
Aktifitas PT.Tekindo Energi di lahan suku sawai |
AMAN Maluku Utara melalui Biro Advokasi, Hukum dan Politik, Masri Anwar
mengatakan perusahan ini melakukan kejahatan kemanusiaan, dia membunuh
masyarakat dengan menghilangkan sumber – sumber penghidupan masyarakat. Ini pelanggaran
terhadap UU HAM dan UU Lingkungan Hidup. AMDALnya tidak disosialisasikan secara
luas di masyarakat. Menyewa Polisi untuk masuk ke wilayah adat. Tidak ada
proses Free Prior Informed Consente (FPIC) yang dia pergunakan, apalagi
menghargai hak – hak masyarakat adat Sawai atas tanah, wilayah dan SDA yang
dilindungi dalam UU sama sekali tidak ada.
Lanjut dia, pemerintah daerah harusnya bertindak cepat. Perusahan
ini jika dibiarkan terus – tenerus beroperasi maka nasib suku Sawai di beberapa
kampung itu semakin sulit. Karena itu kami mendesak pemerintah segera mencabut
izin perusahan tersebut karena sudah jelas – jelas melanggar UU. Kami telah
menyiapkan kasus ini untuk dilaporkan Komnas HAM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar