Rabu, 10 September 2014

Tolak Sawit, Warga Pertahankan Pala dan Cengkeh



Ternate, 4 September 2014, Masyarakat di tiga kecamatan yaitu, Kecamatan Patani Barat, Patani Utara dan Patani Timur, dengan tegas menolak kehadiran perusahan kelapa sawit PT. Manggala Rimba Sejahtera yang akan berencana berinvestasi di daerah tersebut. Penolakan itu, di ikuti dengan dengan pemasangan plang yang berisi tulisan “Hutan Adat Bukan Hutan Negara” berdasarkan putusan MK 35, di setiap lahan yang suda di garap selama ini. 

foto Pemasangan Plang Hutan adat bukan hutan negara
Rencana Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah memberikan izin kepada PT Manggala Rimba Sejahtera terus mendapat penolakan dari masyarakat adat setempat. Warga yang berada di Desa Masure, Peniti, Damuli dan Banemo menolak karena menurut mereka, pemerintah dan pihak perusahan sama sekali tidak perna melakukan sosialisasi atas rencana tersebut, juga keberadaannya perusahan tersebut berada diatas tanah adat yang sudah ditanami Pala dan Cengkeh.

Tanpa sosialisasi yang jelas atas rencana tersebut, Kementerian Kehutanan langsung memasang patok diatas kebun warga. Masyarakat mendapat informasi dari petugas Kehutanan bahwa patok tersebut bukan untuk perusahan sawit, tapi patok batas kabupaten Halmahera Tengah dengan batas Halmahera Timur dan juga untuk perluasan desa.

“Mereka datang dan langsung memasang patok di kebun warga lalu menyampaikan ke kami bahwa itu bukan patok perusahan sawit tapi patok batas kabupaten dan perluasan desa” kata Nasar Jumat, tokoh masyarakat Desa Peniti.

Investasi tersebut akan memberikan dampak lingkungan yang mengancam keberlanjutan kehidupan serta menghilangkan sumber mata pencaharian warga yang sudah dikelola dan dimanfaatkan sejak turun-temurun, seperti Pala dan Cengkeh yang selama ini menjadi sumber ekonomi andalan masyarakat.

Wilayah adat Patani
“Pala dan Cengkeh itu yang menghidupkan kami selama ini, dari situ kami bisa makan setiap saat, bisa sekolahkan anak, bisa bangun rumah, bisa naik haji, bukan Sawit. Jadi kalau pemerintah mau menggantikan dengan pohon Sawit, itu akan membuat kami kehilangan segalanya yang sudah kami bangun selama ini” Ungkap Bakri Sanun salah satu warga Masure

Hutan yang nantinya di konversi menjadi perkebunan sawit terdapat puluhan ribu pohon pala dan cengkeh, bahkan dua jenis komoditi ini sudah menjadi identitas yang melekat pada masyarakat adat setempat. Dalam sekali panen mereka bisa menghasilkan uang kurang lebih 10 juta rupiah. Pohon pala dan cengkeh menjadi primadona yang di unggulkan masyarakat bukan Sawit.   

Seperti informasi sebelumnya, pemerintah kabupaten Halmahera Tengah memberikan izin kepada PT Manggala Rimba Sejahtera dengan luas 11.870 ribu hektar. Selain daratan wilayah tersebut sangat kecil, topografi wilayah tersebut juga didominasi pegunungan, warga juga bertahan hidup dari sumbermata air di pegunungan, sehingga sangat tidak pantas untuk dijadikan areal perkebunan sawit. Izin pelepasan status kawasan hutan sementara berproses di Kementerian Kehutanan. 

Ada 15 tuntutan warga yang di tujukan khusus kepada Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Halmahera Tengah, untuk membatalkan seluruh aktifitas perusahan itu, yaitu : 

  1. Menolak dengan tegas pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit.
  2. Meminta Bupati dan DPRD untuk membatalkan Izin pembukaan kelapa sawit di wilayah Patani Barat.
  3. Meminta kepada pemda dan DPRD untuk menertibkan izin pengelolaan hutan yang ada di wilayah Kecamtan Patani Barat.
  4. Mendesak kepada pemda dan DPRD untuk membuat peraturan lahan masyrakat menjadi lahan adat masyarakat.
  5. Meminta kepada pemda dan DPRD untuk membangun jalan produksi untuk mempermudah akses masyarakat ke kebun.
  6. Berdasarkan aspirasi yang lahir dari masyarakat bahwa kami menolak izin Perusahan PT. Manggala Rimba Sejahterah (MRS) yang akan beroprasi di wilayah Desa Masure, Peniti, Damuli.
  7. Bahwa lahan yang ada adalah lahan perkebunan masyarakat yang sudah dimanfaatkan sejak lama.
  8. Kami hidup dengan hasil Pala, Cengke, Kopra, Coklat, Kelapa  dan hasil kebun lainya.  
  9. Kami bisa menyekolahkan anak dari hasil perkebunan Pala bukan Perusahan sawit.
  10. Lahan yang ada tidak cocok untuk perkebunan kelapa sawit, karena banyak gunung, tebing, dan bebatuan.
  11. Kami tidak mau terjadi banjir, Erosi, pencemaran lingkungan, krisis air bersih dan lain-lain.
  12. Masyarakat Peniti dan Damuli menolak perusahan sawit karena kami masyarakat Desa Peniti-Damuli punya kehidupan bergantung, dari hutan yang kami tanami, Pala, Cengke, Coklat, dan Sagu yang menunjang kehidupan kami.
  13. Kami masyarakat Desa Peniti-Damuli menolak dengan sungguh-sungguh PT. Manggala Rimba Sejahtera, yang akan memasuki hutan kami karena akan merusak dan menghancurkan hutan, sehingga kami akan tidak bisa lagi berkebun dan bertanam.
  14. Kami masyarakat Peniti-Damuli menolak sunggu-sunggu Perusahan PT. Manggala Rimba Sejahterah, karena akan mematikan mata air kami yang masyrakat Desa Peniti-Damuli, konsumsi siang dan malam hari.
  15. Apabila PT. Manggala Rimba memasuki hutan kami yang selama ini, masyarakat Peniti-Damuli menjaga dan merawat maka, maka kami siap nyawa menjadi taruhannya.
    
Demikian surat peryataan ini kami buat untuk dipertimbangkan dan di tindaklanjuti sebagaimana mestinya.

TTD

Solidaritas Masyarakat Halteng Menolak Sawit di Patani .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar