Ternate
– Masyarakat Tobelo Dalam dari komunitas Bai dan Ake Sangaji di Taman
Nasional Aketajawe Lolobata terbatas untuk mengakses kebun mereka
sebagai ruang hidup. Selain itu, suku tersebut juga butuh penguatan atas
hak mereka lewat Peraturan Daerah (Perda) untuk diakui hak-hak mereka.
Hal Tersebut terungkap saat Badan Pengurus Harian Aliansi Masyarakat
Adat Nusantara (BPH AMAN) Maluku Utara (Malut) melakukan dialog
interaktif di disalah satu Station Radio di Kota Ternate, Kamis (22/8)
lalu.

Dalam dialog tersebut, Mia Siscawati menyampaikan, penderitaan
Masyarakat adat Tobelo pedalaman ini, sangat panjang, mulai dari zaman
perseteruan wilayah kesultan Ternate dan Tidore, sampai pada pemerintah
orde baru yang memberikan label suku terasing, “tapi situasi saat ini
berbeda, Suku Tobelo pedalaman, hak-haknya di akui oleh UUD 1945. Hak
ruang hidup teritori yang luas untuk berburuh dan mencari makan tidak
boleh ada batasan, ada juga hak lain misalnya, hak memperoleh
pendidikan dan kesehatan. Namun, saat ini, masih ada juga masyarakat
Adat Tobelo pedalaman yang dilema karena tekanan dan situasi akibat
keberadaan tambang di taman nasional dan lainnya,” kata Mia. “Olehnya
itu, perlu adanya Perda masyarakat adat untuk di ketahui hak-hak
masyarakat adat,” tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Balai Taman Nasional Aketajawe
Lolobata, Ari Subiantoro mengatakan, sebenarnya Suku Tobelo pedalaman di
Taman Nasional Aketajawe Lolobata sangat dekat dengan petugas Balai
Taman Nasional. Bahkan, ruang hidup mereka tidak dibatasi “Petugas Taman
Nasional tidak membatasi. Malahan Suku Tobelo pedalaman yang menebang
pohon untuk membuat rumah pun tidak kami larang,” kata Ari.
(@arief/tim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar