Apa yang terjadi antara Masyarakat Adat Sawai
dengan Kadishut Halteng Wahab Samad terkait dengan lahan seluas 1.400 hektar
yang oleh masyarakat adat Sawai merupakan hak ulayat mereka adalah benar
adanya. Klaim ini punya alasan yang kuat, karena secara historis wilayah
tersebut sudah dimanfaatkan jauh sebelum Negara dan PT Weda Bay Nikel hadir.
Bagi kami tanah tersebut dalam UU Agraria dan
Putusan MK – 35 tentang hutan adat telah diakui oleh Negara sendiri, jadi ada
tanah adat ada tanah Negara. Jadi kalau dikatakan Kadishut bahwa itu adalah
tanah Negara justru itu sangat keliru karena itu tanah adat. Kadishut harusnya
melakukan inventarisasi batas hutan adat Suku Sawai yang saat ini tumpang
tindih dengan Kontrak Karya WBN, dan kawasan hutan yang di tunjuk oleh
pemerintah. Itu perintah Putusan MK No 35/PUU-X/2012 terhadap UU No 41 tahun
1999.
Kalau klaim tanah Negara karena itu masuk
kawasan hutan. Kawasan hutan yang mana? Kalau merujuk SK Menhut No 302/2013, di
Maluku Utara ini belum ada kawasan hutan. SK itu baru tahapan penunjukan dan
penunjukan itu belum sah demi hukum disebut kawasan hutan, karena kawasan hutan
itu harus melalui tahapan sesuai perintah MK No 45/2012. Artinya klaim Kadishut atas tanah negara itu menunjukan ketidakpahaman dia
terhadap peraturan yang berlaku di Republik ini.
Menurut
kami, konflik seperti ini terjadi karena kebijakan tersebut mendiskriminasi hak
– hak masyarakat adat Sawai. Masa pemukiman penduduk masuk kawasan hutan bahkan
kepentingan perusahan dikedepankan sementara kepentingan masyarakat adat
dikesampingkan. Negara ini sungguh aneh.
AMAN mintah
polisi mengusut kasus ini, dan kepada Bupati untuk mencopot yang bersangkutan
dari Jabatannya. Kasus ini sudah kami dokumentasikan untuk dijadikan laporan
dalam Inkuiri Nasional di bulan September. AMAN sangat mendukung perjuangan
Suku Sawai untuk memperoleh hak – haknya kembali.
Salam
Munadi Kilkoda
Ketua AMAN Malut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar