Selasa, 15 April 2014

Sagu Bukan Lagi menu Favorit Orang Ternate

Sagu Bukan Lagi Menu Favorit Orang Ternate
“Per-hari Keuntungan hanya 70-90 ribu rupiah”

Pedagang Sagu di Pasar Hiegenis Ternate (Foto : Adi)
Ternate - Disebut sebagai makanan khas tradisional Maluku Utara, tidakmenjadikan Sagu sebagai menu favorit masyarakat Kota Ternate. Hal ini tercatat dalam hasil penelusuran terhadap tingkat penjualan para penjual sagu di Pasar Higienis Bahari Berkesan di Kelurahan Gamalama, Kecamatan Ternate Tengah (4/4).

Penelusuran yang dilakukan kemarin, terdata sedikitnya tiga belas penjual sagu tersebar dilokasi depan pasar tersebut. Pasar Higienis Bahari Berkesan  dibangun  Pemerintah kota Ternate dengan konsep pasar Tradisional yang menyediakan beragam produk lokal, mulai hasil laut dan hasil pangan masyarakat Maluku Utara. Dari masing-masing pedagang sagu, Terdapat variasi bentuk dan warna sagu yang dijajakan. penjual terdiri dari warga lokal Maluku Utara seperti Kayoa,Makian, Ternate, Bacan. dari jumlah penjual yang ada, penjual yang menjadikan sagu sebagian produk tunggal dagangan mereka, sedangkan sebagian besarnya hanya penjual Sembako yang terdapat sagu dari salah satu produk dagangannya  .

Untuk diketahui, warna dan bentuk sagu merupakan ciri khas,pembeda antara pemasok sagu dari daerah – daerah yang mereka dapatkan. Misalnya sagu kasbi (singkong), berwana putih dengan tebal kurang lebih 1-2 Cm adalah sagu dengan bahan dasar singkong , adalah ciri khas sagu yang dipasok dari daerah Kayoa dan Makian , sedangkan sagu merah yang tebal hampir 3 CM  sebagian besar dipasok dari daerah Bacan.

Jemur Sagu (Foto : AN)
Lain hal dengan jumlah penjual dan ketersediaan sagu yang ada, daya beli dan jumlah konsumen sagu sangat terbalik, pendapatan penjual sagu yang seharinya hanya berkisar pada 70-90 ribu rupiah adalah jumlah terkecil dengan perbandingan hasil rata-rata penjualan barang dagangan lain mereka. data yang diperoleh dari masing masing penjual mengatakan, sagu yang  dapat terjual hanya tujuh sampai dengan sembilan ikat per-hari dan salah satu produk yang biasa mereka jajakan dengan tingkat pendapatan yang rendah, berbeda dengan bahan pokok lain. 

Fatia (45) mengatakan,” orang Ternate sekarang so tara cari sagu untuk makang hari-hari, paling satu dua orang saja, kalo dorang beli banyak, itu karena untuk bikin kue bukan mo pake makang hari-hari’,akunya. Pola hidup masyarakat  yang lebih cenderung mengkonsumsi nasi dibanding sagu adalah salah satu faktor utama rendahnya konsumsi masyarakat terhadap produk asli Maluku Utara ini. Wanita yang sudah belasan tahun berjualan sagu ini menambahkan ,”mudah-mudahan pemerintah bisa perhatikan kitorang penjual sagu ini
bukan cuma lebe dahulukan pedagang-pedagang besar, katanya polos. Tidak dipungkiri menurut sebagian besar mereka, munculnya pasar modern adalah salah satu ancaman serius terhadap pasar tradisional dan produk
lokal seperti sagu. Jika tidak sering diperhatikan maka bisa jadi anakcucu kita tidak lagi merasakan bagaimana mencicipi  cita rasa sagu yang pernah ada dan Maluku Utara terancam kehilangan identitas dari makanan pokok tradisionalnya yang bernama sagu. (haris hasanuddin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar