Minggu, 06 Januari 2013

PERJALANAN KE TANAH PERJUANGAN / KUNJUNGAN KOMNAS HAM DI MASYARAKAT ADAT PAGU



Pertemuan Antara KOMNAS HAM Dengan Masyarakat Adat Pagu
Setelah selesai melakukan kegiatan dengan Masyarakat Adat Sahu, tanggal 28 Desember 2012, rombongan melakukan kunjungan ke suku Pagu, di Kecamatan Malifut, Halmahera Utara.

Sekitar pukul 10.00 Wit, tanggal 28 Desember 2012, rombongan yang terdiri dari Komnas HAM antara lain Sandra Moniaga (Wakil Ketua Komnas HAM) Andi Nur (Staf Komnas HAM), Munadi Kilkoda (Deputi AMAN Malut), Safi Din, Mustamin (Staf AMAN Malut) dan Abdurahman Salam (Wartawan) bertolak ke Pagu. Perjalanan darat itu di tempuh sekitar 2 jam dengan menggunakan mobil berjenis Inova. Sepanjang jalan kami berkesempatan berdiskusi tentang perjuangan masyarakat adat di berbagai daerah, sambil juga menikmati tiupan angin sepoi – sepoi serta hijaunya hutan Halmahera.

Dalam pikiranku, hijaunya hutan Halmahera ini disitulah sumber kehidupan masyarakat adat untuk berkebun dan mengelola alam untuk keberlanjutan hidup. Disitu juga tempat hidup flora dan fauna, seperti beberapa burung endemic yang terancam punah karena kesalahan pemanfaatan ruang oleh Negara.

Hijaunya hutan itu berbanding terbalik dengan yang terlihat di Sidangoli, salah satu wilayah di Halmahera Barat. Wilayah ini terlihat gersang. Sekitar 5 KM hanya terlihat  rumput ilalang yang dalam bahasa local disebut kusu – kusu yang tumbuh. Bukan cerita baru, kondisi yang terlihat di Sidangoli ini karena dulunya hadir perusahan kayu terbesar di Maluku Utara. PT. Barito, perusahan milik penguasa Orde Baru.

Tak berselang berapa lama, kita pun melintasi perusahan raksasa lain. Perusahan tambang milik Australia yang sudah bercokol puluhan tahun di atas tanah Halmahera, PT Nusa Halmahera Mineral (PT NHM). Beberapa gunung terlihat dari jauh sudah dibabat hutannya dan dikeruk tanahnya. Wilayah itu adalah Toguraci dan Gosowong milik Masyarakat Adat Pagu. Menurut informasi warga, sekarang perusahan mulai membuka lahan baru di gunung Diun, padahal di wilayah tersebut ada kebun cengkeh dan tempat – tempat yang dikeramatkan seperti kubur leluhur masyarakat adat Pagu.

Sekitar pukul 12.00 Wit, kami pun tiba di perkampungan suku Pagu, lebih tepatnya di Desa Sosol yang akan menjadi tempat pertemuan 17 desa Pagu . Kami di informasikan bahwa pertemuan akan dilakukan pada jam 2 siang (14.00), sehingga masih ada waktu untuk makan siang dan istirahat sejenak.

Jarum jam tepat menunjukan pada angka 2, kami pun di undang oleh masyarakat adat yang diwakili Ibu Afrida Erna Ngato sebagai Sangaji Pagu (Kepala Adat) untuk segera ke tempat pertemuan yang dilakukan di Balai Desa Sosol. Penjemputan dengan tarian seperti cakalele yang diperagakan oleh anak – anak usia remaja sebagai simbol penerimaan tamu. Ratusan warga dengan pakaian adat terlihat sudah menunggu kedatangan kami. 
Teriakan Otuuu......dan dibalas Yeeeee keluar dari mulut ke mulut masyarakat adat sebagai penambah semangat siang itu.

Sesuai dengan agendanya, Komnas HAM melakukan dialog dengan masyarakat adat Pagu. Munadi Kilkoda dari AMAN Maluku Utara dipercayakan untuk mengarahkan dialog tersebut, lalu akan dilanjutkan oleh Ibu Sandra Moniaga dari Komnas HAM yang lebih fokus pada masalah Hak Asasi Manusia (HAM) serta mendengar informasi dari masyarakat adat.
Munadi menyampaikan, kedatangan Komnas HAM ke Masyarakat Adat Pagu ini harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya terutama melaporkan kasus pelanggaran HAM yang dilakukan perusahan tambang atau pihak – pihak lain. Seperti masalah pengambil alihan tanah adat dan dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT NHM.

Sedangkan Sandra Moniaga dari Komnas HAM yang didaulat sebagai narasumber dalam dialog tersebut, banyak memberikan penjelasan yang berhubungan dengan perlindungan hak asasi manusia (HAM) dalam UUD dan UU, termasuk hak – hak Masyarakat Adat.
Kalau bicara HAM, UUD 1945 hasil amandemen sudah sangat dengan jelas dalam beberapa pasal mengakui dan melindungi HAM tersebut. Masyarakat Adat beserta hak – hak adatnya sudah diakui dalam UUD 1945 (pasal 18b dan 28i). Selain itu juga beberapa UU sektoral seperti UU Agraria, UU Kehutanan, UU Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil, serta UU HAM sudah dengan jelas mengakui hak – hak masyarakat adat, namun UU Minerba yang menjadi sumber konflik selama ini yang tidak mengakui hak – hak Masyarakat Adat. Sehingga kedepannya tugas kita bersama untuk mengajukan judicial review terhadap UU yang tidak berpihak pada masyarakat adat dan itu membutuhkan dukungan dari Masyarakat Adat Pagu.

Lanjut beliau, Masyarakat Adat memiliki hak atas hutan adat dan tanah adat. Hak ini dijamin dalam UUD. Begitu juga akses mereka ke sumber kehidupan seperti ini tidak boleh dibatasi oleh siapapun, karena ini bersumber dari hak asal – usul yang diwariskan oleh leluhur masyarakat adat. Masyarakat Adat juga berhak adat lingkungan hidup yang sehat, bekerja dengan rasa aman, jauh dari intimidasi dan kriminalisasi.

Dialog itu mendapat respon yang beragam dari masyarakat adat ini terlihat dari pertanyaan seputar masalah yang mereka hadapi selama ini. Ada yang mengatakan wilayah adat mereka sangat kaya dengan sumberdaya alam, namun sumberdaya alam itu tidak dinikmati oleh mereka.  Bahkan mereka menganggap bahwa selama ini mereka dimiskinkan diatas tanah adat mereka sendiri. Ada sebagian juga yang mengatakan semakin sulit mereka mengakses hutan dan melaut karena sudah dikuasai oleh perusahan NHM. Mereka meminta PT. NHM bertanggungjawab atas semua masalah yang mereka hadapi. Bahkan juga semua kerusakan yang dilakukan oleh perusahan tersebut. Harus ada denda adat. Komnas HAM juga diminta untuk membantu menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.

Komnas HAM sendiri menyarankan agar Masyarakat Adat Pagu terus mendokumentasikan masalah yang terjadi baik karena aktifitas PT NHM maupun pihak lain, sambil melengkapi data – data yang mereka temukan, untuk selanjutnya dikirim ke Komnas HAM sebagai pengaduan. Kata Sandra.

 Diakhir diskusi, Sandra mendorong supaya Masyarakat Adat Pagu segera menyelesaikan peta wilayah adat mereka, karena pemetaan ini menjadi penting dalam mempertahankan wilayah adat Pagu. Selain itu juga terus menelusuri sejarah asal – usul sehingga semakin memperjelas bahwa klaim Masyarakat Adat atas tanah adat karena didasari pada sejarah tersebut.///***Ubaidi Halim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar