![]() |
Suasana diskusi PW AMAN MALUT dengan beberapa narasumber dengan tema MP3EI, Peluang atau Ancaman |
Ternate - Aliansi Masyarakat
Adat Nusantara (AMAN) Malut, menggagas
diskusi dengan tema “MP3EI, Peluang Atau Ancaman..!!” dengan menghadirkan
beberapa narasumber, Herman Usman (Akademisi UMMU), Hasby Yusuf (Akademisi
Unkhair), Asgar Saleh (Anggota DPRD Kota), Munadi Kilkoda (AMAN Malut), Thamrin
Hi. Ibrahim (eLSIL Kie-Raha), Yahya Mahmud (LBH Malut) dan Mufti Maurhum
(Semank Malut) yang dilakukan hari ini, 09 Januari sekitar pukul 15.00 WIT
bertempat di Kantor Tabloid MomentuM,
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI) Khusus
untuk koridor 6, Papua dan Kepulauan Maluku dikembangkan sektor Pangan,
Perikanan, Energi dan Pertambangan Nasional.
Khusus Maluku Utara akan dikembangkan dua sektor unggulan
yang menjadi Primadona yakni Sektor industri pertambangan nikel nasional
berpusat di Halmahera dengan nilai nominal investasi 83 triliun dan sektor
perikanan (megaminapolitan) berpusat di Morotai dengan nilai nominal investasi
30,54 triliun.
Herman Usman menjelasakan bahwa pembangunan saat ini berorientasi pada keuntungan semata. Pembangunan hanya dirasakan di kalangan atas, sementara di kalangan bahwa tidak merasakan
dampak dari pembangunan. Pembangunan selama ini tidak mengakses ke
bawah akhirnya yang terjadi peminggiran hak – hak masyarakat adat. Beliau juga
melihat MP3EI adalah proyek kapitalis, “Saya melihat MP3EI menjadi bagian dari
skenario kapitalis untuk menguasai SDA dan masyarakat kita di Maluku Utara”
ungkap lelaki yang sementara menyelesaikan program doktor ini.
Sementara itu Hasby Yusuf mengungkapkan bahwa misi pertama
dari MP3EI adalah peningkatan nilai tambah bagi Indonesia. Selain itu MP3EI ini
menunjukan kekalahan negara melawan kelompok pemodal “Sudah ada kontrak karya,
IUP, semua itu menunjukan kegagalan negara, jadi MP3EI di programkan
melegitimasi kekalahan negara itu” ujarnya.
Lanjut beliau, pengerukan sumber daya alam di Maluku Utara terus
menerus terjadi. Bahkan penetapan Maluku Utara dalam koridor dengan leadingsektornya tambang, menandakan praktek ini belum berhenti. Ini juga soal
mentalitas elit kita, papar beliau.
Hak – hak masyarakat dipastikan hilang, baik hak atas tanah
dan sumberdaya alam. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Asgar Saleh. “MP3EI
ini adalah konsep yang tidak jelas,bahkan juga kalau di paksakan, sangat
berpotensi melahirkan konflik baik oleh masyarakat adat, negara dan pemilik modal”.
Lanjut beliau, konflik itu karena kekalahan masyarakat adat melawan dominasi
negara dan pemodal. Kebijakan dalam MP3EI yang di dorong inikan lebih banyak
bukan berdasarkan dengan kemauan masyarakat setempat. Itu didorong berdasarkan
kemauan pemodal. “Masyarakat pesisir itu akan dikalahkan dalam penguasaan
sektor laut, bahkan sektor ini akan di dominasi oleh kelompok pemodal dalam
penguasaan sektor produktif” tandas politisi Kalumata ini.
Narasumber yang lain juga bersepakat bahwa kondisi ekologi
Maluku Utara dan Hak – Hak Masyarakat adat atas tanah, wilayah dan sumberdaya
alam yang belum dilindungi oleh negara, sangat berpotensi melahirkan konflik
dalam kebijakan pembangunan. Kedepan nanti perlu ada ada kearifan lokal
masyarakat adat yang menjadi strategi dalam pengelolaan dan pemanfaatan SDA di
Maluku Utara. Konsep ini diyakini menjawab tantangan pembangunan saat ini
dibandingkan dengan MP3EI. ///***Ubaidi Abdul Halim-AMAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar