Minggu, 28 September 2014

47 IUP DI MALUKU UTARA LANGGAR INPRES MORATORIUM



Ternate – Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 dan Inpres Nomor 6 Tahun 2013 Presiden untuk melakukan Penundaan Pemberian Izin Baru (PPIB) atau lebih dikenal Moratorium Izin Penggunaan Kawasan Hutan untuk memperbaiki Tata Kelola Hutan dan Lahan Gambut tidak berjalan. Banyak kebijakan pemberian izin Kepala Daerah melanggar Inpres tersebut.

AMAN Maluku Utara mencatat, dari 335 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang terdapat di Maluku Utara, ada 47 izin yang keluar Per-2011 dan 2012 berada dalam kawasan moratorium. 25 izin tambang di Halmahera, 14 diantaranya berada di Pulau Gebe yang total semua wilayah konsesinya berada dalam kawasan moratorium. Sementara 5 di Halmahera Selatan, 5 di Halmahera Barat, 9 di Halmahera Timur, dan 3 di Kota Tidore Kepulauan hanya sebagian dari wilayah konsesinya yang tumpan tindih dengan kawasan moratorium. Dari jumlah tersebut, 12 izin sudah melakukan kegiatan eksploitasi sementara 35 masih melakukan kegiatan eksplorasi. Total luas wilayah yang dikonversikan untuk kegiatan tambang ini sebesar 32,572 hektar.

Data : Tabel Perusahan yang ada di wilayah Moratorium
No
Kabupaten/Kota
Tahapan
Tahun Izin
Luas Yang Masuk Dalam Wilayah Moratorium
Eksplorasi
Eksploitasi
1
Halmahera Selatan
5
-
2011
5478 Ha
2.
Halmahera Tengah
19
6
2011-2012
13188 Ha
3
Tidore Kepulauan
3
-
2012
605 Ha
4
Halmahera Timur
3
6
2011-2012
9553 Ha
5
Halmahera Barat
5
-
2011
3748 Ha
  ( Sumber: Analisis Peta PPIB dan Peta Izin Tambang di Malut)

Kebijakan pemberian izin tambang yang dilakukan oleh Kepala Daerah saat Inpres dikeluarkan menunjukan ketidakseriusan mereka pada rencana yang dilakukan dalam rangka memperbaiki tata kelola hutan dan lahan gambut yang menjadi agenda Presiden sampai tahun 2015. Dalam proses pemberian izin ini juga terindikasi ada praktek korupsi yang melibatkan Kementerian Kehutanan dalam mengeluarkan izin pinjam pakai untuk kegiatan tambang terutama yang sudah melakukan kegiatan eksploitasi. 

Kami sangat menyayangkan hal ini, harusnya Bupati dan Walikota serta Menteri Kehutanan yang dengan sengaja tidak menjalankan Inpres tersebut diberikan sanksi hukum. “Presiden harus memerintahkan kepada penegak hukum untuk memberikan sanksi hukum bagi bawahannya dan Kepala Daerah yang tidak taat pada Instruksinya” Tegas Albert Ngingi, Kepala UKP3 AMAN Maluku Utara.

Pemberian izin tambang skala masif ini menunjukan tidak ada keperpihakan pemerintah pada lingkungan dan masyarakat adat yang hidup bergantung pada alam. Apalagi wilayah – wilayah konsesi itu telah mencakup wilayah adat. Tambang terus dijadikan sebagai sektor unggulan dalam pembangunan daerah, padahal harus di hitung daya dukung wilayah Maluku Utara sebagai pulau – pulau kecil, yang rentan dengan masalah perubahan iklim, dan bencana alam, sehingga izin ini nanti akan memberikan dampak yang berbahaya bagi kelangsungan hidup masyarakat adat dan ekosistem di wilayah ini.

AMAN juga mendesak kepada Kepala Daerah untuk mencabut kembali izin – izin perusahan tersebut dan menyusun rancangan program tata kelola hutan dan lahan gambut di Maluku Utara. *(Tim AMAN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar