Ternate. Senin 28 April 2014, Kantor Berita Radio KBR68H - Jakarta
menyelenggarakan Dialog Publik dengan tajuk “Reformasi Hukum dan Ham” Akses
Keadilan Bagi Masyarakan Adat. Bertempat di Hotel Bukit Pelangi. Narasumber dialog
publik ini yaitu, Kepala Biro OKK Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara,
Ubaidi Abdul Halim, Dirjen Kementerian Perikanan dan Kelautan,
Sudirman Saad
![]() |
Penjelasan Perwakilan Kepala Kanwil Hukum dan Ham Malut (Dok AMAN Malut) |
Dialog publik ini dipandu oleh Agus Lukman Amsa dari KBR68H. Beliau dalam pengantarnya
mengatakan KBR68H adalah kantor berita radio swasta terbesar di Indonesia. Saat ini KBR68H melayani lebih
dari 960 radio jaringan di Indonesia, sejumlah negara di asia serta Australia.
KBR68H memproduksi program-program berbasis jurnalisme dan beritanya bagus
sehinga menjadi referensi masyarakat. Dengan jaringan yang sangat luas dan
menjadi media yang efektif untuk menyebarkan pesan sosial “Reformasi Hukum dan
HAM” termasuk menyebarkan informasi terkait dengan sejauh mana implemetasi
Putusan Mahkamah Konstitusi 35/PUU-X/2012
yang memisahkan hutan adat bukan lagi hutan Negara dan bagaimana implikasi dan
rencana implementasi oleh masyarakat adat.
Ubaidi Abdul Halim, Jika Rancangan Undang-Undang
Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat (RUU PPHMA) tidak segera
disahkan DPR RI tahun ini, maka “Keadilan dan kesejahteraan masyarakat adat”
tak kunjung datang. Masyarakat adat berhak mendapatkan restitusi dan konpensasi
yang adil dan layak atas tanah dan sumberdaya alam mereka. RUU PPHMA adalah
solusi untuk menjawab konflik sosial dan agraria di lapangan, “tegasnya. Betapa
tidak, seluruh wilayah masyarakat adat dan
sumberdaya alam dikuasai oleh negara dan diserahkan kepada pengusaha lewat
skema perizinan untuk eskploitasi tanpa ada proses negosiasi dengan masyarakat
adat. Di Maluku Utara ada 345 Izin Pertambangan (IUP, KK, KP) yang dikeluarkan
pemerintah daerah dan lebih gila lagi penetapan status kawasan hutan tanpa ada
musyawarah adat atau kesepakatan bersama masyarakat adat dan ini akan memicu
konflik sosial.”katanya.
![]() |
Kepala Biro OKK AMAN Malut, Ubaidi Abdul Halim membeberkan masalah pengabaian hak-hak masyarakat adat di Maluku Utara (Dok AMAN Malut) |
Kita mengetahui bahwa sudah
satu tahun lamanya Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan sebagian perubahan
beberapa pasal dalam Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan,
yang memisahkan hutan adat dari hutan negara, semestinya pemerintah daerah di seluruh
Nusantara menyambut ini dengan membuat peraturan daerah untuk melindungi dan
mengakui hak-hak masyarakat adat,”ujarnya lagi.
Sementara
itu, Sudirman Saad mengatakan bahwa pemerintah melalui Kementerian
Kelautan dan Perikanan tetap mengakui eksistensi atau keberadaan masyarakat
hukum adat, di dalam Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di pasal 16 ayat 1 disana disebutkan bahwa
setiap pemanfaatan wilayah pesisir wajib memiliki izin tapi masyarakat hukum
adat diberi kewenangan dalam pemanfatan sumber daya perairan pada wilayah
masyakat hukum adat di serahkan kepada masyarakat adat setempat. Tetapi
masyarakat adat wajib mempertimbangkan
kelestarian ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, dan kepentingan nasional
serta tidak bertentangan dengan Undang-undang.“ Jelasnya.****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar