Pemerintah.....................!!!!!!
Jangan lagi mengeluarkan Izin konsesi tambang dan perkebunan
di wilayah yang sudah di pasang plang.
“itu sama saja memancing masyarakat adat dan orang luar untuk berkonflik”
Diskusi Hukum Terkait Hasil Putusan MK Bersama Dr. Husen Alting, Rektor Unkhair-Ternate |
Ternate, ALIANSI MASYARAKAT
ADAT NUSANTARA (AMAN) Maluku Utara, pada hari Selasa tanggal 11 Juni 2013
bertempat di Kafe kora-Kora telah mengagas diskusi tentang Implementasi dan
konsolidasi Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang No. 41 tahun
1999 tentang Kehutanan. Dengan
menghadirkan Dr. Husen Alting sebagai penggiat hukum masyarakat adat Universitas Khairun Ternate. Beliau menjelaskan
bahwa kedudukan dan posisi masyarakat adat di
Maluku Utara dengan lahir putusan ini menjadi alat perjuangan untuk
menginventarisir hutan adat di wilayah-wilayah masyarakat adat. Di dalam amar
putusan ini menjelaskan status hutan sudah ada pemisahan antara status hutan negara, hutan hak
dan hutan adat. Bahwa selama ini pengakuan negara terhadap masyarakat hukum adat adalah
konstitusional bersyarat ( Condisionally unconstitusional).
Di samping itu, berkenaan dengan syarat
sepanjang masih ada dan di akui keberadaannya, dalam kenyataannya status hutan dan fungsi hutan dalam
masyarakat hukum adat bergantung status keberadaan masyarakat hukum adat. Ismat Sahupala (koordinator
Simpul Malut), menegaskan bahwa Masyarakat adat harus menyadari benar
hak-haknya yang di beri kuasa negara terhadap pemodal. Karena dari itu, masyarakat adat harus terus
berjuang mengembalikan hutan adat ke pangkuan masyarakat adat yang sebenarnya. Sementara Mahmud Ici (Aji Kota Ternate), mengungkapkan bahwa peran media dalam
mengekspos berita yang berhubungan dengan masyarakat adat harus terus di bangun
kerja sama. Media Maluku Utara kurang sensitif terhadap isu-isu masyarakat
adat. Di samping itu, Ismit Soleman (Direktur Walhi Maluku Utara), menguraikan
ketika perusahan tambang dan perkebunan masuk di wilayah-wilayah atau di hutan
adat banyak masyarakat adat yang menjadi korban kriminalisasi. Afrida E. Ngato (Sangaji Pagu) mengungkapkan bahwa masyarakat adat harus menghidupkan kembali kelembagaan-kelembagaan adatnya menyambut hasil putusan MK ini. Diskusi ini dihadiri oleh kelompok LSM, akademisi, mahasiswa, media dan masyarakat adat yang ada di Maluku Utara.
Perkembangan terakhir
setelah putusan Mahkamah Konstitusi membuat seluruh masyarakat adat di Maluku
Utara terutama Pagu dan masyarakat adat Sawai di kabupaten Halmahera Tengah sudah
memasang plang di tanah-tanah adat mereka. Plangnisasi yang di lakukan oleh
masyarakat Sawai merupakan tindaklanjut dari putusan Mahkamah konstitusi yang
mengabulkan uji materi Undang-Undang Kehutanan yang memisahkan status hutan
negara dan hutan adat, dan ini konstitusional ungkap Munadi Kilkoda ketua BPH
AMAN Malut.
Suasana Diskusi Membangun Strategi Implementasi Hasil Putusan MK Terkait UU Kehutanan |
Selain itu, juga AMAN
mendesak pemerintah provinsi Maluku Utara dan kabupaten/kota untuk segera
membuat perda masyarakat adat. Perda ini untuk memastikan keputusan Mahkamah Konstitusi
berjalan dan masyarakat adat bisa mengakses hak-hak mereka. Selian itu juga
AMAN mendesak kepada Polda Maluku Utara untuk meminta maaf kepada masyarakat adat dan
segera mengeluarkan masyarakat adat yang di tangkap “Kami mendesak pemerintah
berhenti memberikan izin pertambangan dan perkebunan berskala besar di wilayah
masyarakat adat, pemerintah juga jangan memancing-mancing warga adat untuk
berkonflik dengan perusahan maupun anggota Polisi di lapangan” Tegas Munadi
Dalam waktu dekat AMAN Malut
akan melakukan pemetaan wilayah adat di beberapa komunitas masyarakat adat, untuk
diregistrasi selajutnya di daftarkan kepada Badan Informasi Geospasial agar masuk dalam kebijakan satu Peta (One Map
Policy) di dalam peta negara bebernya. Peta masyarakat adat di buat sebagai
peta perlawanan terhadap peta negara ///*** Ubaidi Abd.Halim - Biro Infokom AMAN Malut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar