Kegiatan Diskusi Pemuda Adat Pagu yang Salah Satu Hasilnya Membentuk Sekolah Adat Pagu |
Hal tadi adalah intisari diskusi yang
dibangun oleh Lembaga Adat Pagu bersama Komisariat Kampung Pemuda Adat Pagu
beberapa hari lalu (01/03/2013) dari jam 10.00 sampai 16.00 Wit, bertempat di
Pantai Kontang Desa Tomabaru, Kecamatan Malifut, Halmahera Utara.
Dalam diskusi yang dihadiri oleh Pengurus
AMAN Malut, Barisan Pemuda Adat, Lembaga Adat Pagu dan Komisariat Pemuda Adat
Pagu tersebut, mereka membahas sejumlah masalah yang dihadapi oleh masyarakat
adat Pagu, mulai dari perampasan hak atas tanah, wilayah dan sumberdaya alam, kerusakan
lingkungan, masalah pendidikan berbasis adat.
Mahyudin Rumata selaku Ketua Barisan
Pemuda Adat Nusantara (BPAN Malut) menyampaikan bahwa Pemuda adat harusnya
menjadi garda terdepan dalam setiap pejuangan yang dilakukan oleh masyarakat
adat, ”Pemuda adat harus bergerak dan tampil di depan sebagai garda perjuangan
masyarakat adat, karena mereka memiliki semangat perjuangan yang tinggi, bukan
pemuda kalau hanya diam dan menunggu perintah orang bahkan menjadi pengemis di
tanahnya sendiri” ungkap Yudi
Beliau mengungkap juga bahwa wilayah adat
suku Pagu saat ini sudah dikuasai oleh perusahan PT NHM dan HPH, akses
masyarakat adat terhadap hutan pun terbatasi. Perusahan menganggap bahwa ini
adalah hutan negara sehingga mereka tidak perlu minta izin dulu kepada
masyarakat adat. Padahal mereka harus menyadari bahwa wilayah yang mereka
eksploitasi tersebut adalah wilayah masyarakat adat Pagu yang sudah dikelola
sejak dulu kala sebelum Indonesia ini ada. Karena itu tidak dibenarkan klaim
perusahan tersebut.
Senada dengan Yudi, Biro Infokom AMAN
Maluku Utara, Ubaidi Abd. Halim juga mengungkapkan demikian. Masyarakat Adat
Pagu sudah saatnya menyadari bahwa kehadiran perusahan itu bisa menjadi ancaman
terhadap penghilangan identitas lokal, ”Tanah bagi masyarakat adat adalah
identitas, karena itu jika kehadiran perusahan di Pagu tidak berdasarkan
persetujuan resmi dari masyarakat adat, maka itu akan berpotensi melahirkan
masalah yang lebih rumit dikemudian hari, terutama hilangnya hak – hak
masyarakat adat untuk mengelola tanah itu sendiri” Kata Ubaidi
Masalah suku Pagu sangat kompleks, seperti
yang disampaikan oleh Afrida Erna Ngato, Sangaji Pagu yang hadir pada pertemuan
hari itu.
Kompleksitas masalah itu mulai dari
kehadiran perusahan tambang, maupun transmigrasi lokal. Pemerintah kita
memfasilitasi ini semua tanpa mendahulukan konsultasi dengan pemilik wilayah
ini ”Kami ini penduduk asli disini, kami minta dihargai sebagai pemilik sah
wilayah ini, kami mendesak kepada pemerintah untuk melakukan pertemuan dengan
masyarakat adat Pagu dalam setiap kebijakan yang berhubungan dengan wilayah
adat Pagu” Tegas beliau.
Menurut Sangaji yang merupakan seorang perempuan
ini, suku Pagu sudah terancam identitasnya, bahasa Pagu menjadi salah satu
bahasa yang terancam punah, anak – anak muda juga tidak lagi merasa bangga
menjadi masyarakat adat, mereka gengsi jika dikatakan sebagai anak adat. Ditambah
lagi kehadiran perusahan tambang di wilayah adat Pagu hanya menimbulkan masalah
satu demi satu, mulai dari pencemaran lingkungan, kriminalisasi, bahkan
berkebun juga susah. Kami mau berjalan ke hutan saja susah kalau melewati areal
yang sudah masuk dalam konsesi perusahan tambang PT NHM.
Peserta yang hadir dalam diskusi itu
memberikan respon yang beragam. Siska salah satu Pemuda adat mengungkapkan
bahwa kita sebenarnya sudah kehilangan hak – hak adat yang diwariskan oleh
leluhur kita. Karena itu sudah saatnya pemuda adat Pagu bangkit untuk
memperjuangkan ini, ”Saya mengajak kita semua untuk menyatukan langkah untuk
berjuang bersama – sama, ini berhubungan dengan masa depan kita yang hidup di
Pagu” Kata beliau
Diskusi itu menghasilkan beberapa kesepakantan antara lain membentuk
sekolah adat yang nanti mengajarkan pengetahuan lokal yang dimiliki oleh
masyarakat adat di Pagu, mulai dari budayanya, serta hak – hak mereka atas
tanah, wilayah dan sumberdaya alam. Pemuda adat harus tau budaya, nilai – nilai
kearifan lokal dan hak adat mereka baik atas tanah, wilayah dan sumberdaya
alam, supaya tidak lagi terjadi krisis identitas di kalangan mereka. Kita harus mulai ini dari sekarang, jika
tidak degradasi dikalangan pemuda ini akan mempengaruhi masa depan suku Pagu.
Menurut Sangaji Pagu, sekolah ini kita mulai setiap hari kamis dan siapapun
yang akan ikut silakan, asal punya keinginan untuk belajar. (Ubaidi Abdul Halim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar