Berdasarkan pemberitaan beberapa media lokal di Maluku Utara pada
Sabtu, 26 Januari 2014. Masing–masing media mengangkat judul yang tidak
jauh berbeda, seperti Posko Malut dengan judul “Suku Togutil Kembali
Cari Mangsa”, Malut Post dengan judul ”Suku Togutil Kembali Buat Ulah”,
dan Radar Halamehera ”Suku Togutil Kembali Teror Warga”, menurut kami
media telah mengskreditkan Suku Togutil yang dalam kasus ini belum
tentu mereka adalah pelakunya. Bahkan redaksi kalimat yang menyebut
“Kembali” menunjukan media sudah memposisikan Suku Togutil ini sebagai
pembuat ulah, orang jahat dan manusia yang wataknya seperti binatang.
Bahkan seakan–akan mereka adalah pelaku yang terus–menerus menganggu
ketenteraman hidup masyarakat di luar dari suku Togutil. Cara pandang
media terhadap Suku Togutil seperti ini sangat berbahaya, karena
memposisikan satu komunitas masyarakat tidak berbeda dengan binatang
atau pembuat ulah. Padahal mereka adalah manusia yang beradab, yang
banyak melakukan hal baik untuk masyarakat di Maluku Utara.
Hal seperti ini sesungguhnya melanggar kode etik pemberitaan. Media,
yang memiliki peran untuk menyampaikan informasi dan memberikan
pendidikan kepada publik, tidak sewajarnya menulis berita dengan judul
seperti di atas, karena akan membentuk nalar publik yang tidak
seharusnya terhadap suku Togutil. Kami sepakat bahwa kasus seperti
perusakan tanaman warga tidak bisa dibenarkan, tapi menjustifikasi
bahwa pelakunya adalah Suku Togutil merupakan pembenaran tanpa bukti,
karena kejadian seperti yang terjadi di Desa Peteley ini juga terjadi
di beberapa kampung di Halmahera Tengah, namun pelakunya bukan Suku
Togutil.
Bagi kami, himbauan Kapolres Halmahera Timur kepada beberapa media
lokal yang menyerukan agar masyarakat berhati-hati terhadap Suku
Togutil, sangat tidak etis dan bernada profokatif. Himbauan ini justu
akan menambah masalah baru. Suku Toguti yang berada di 19 titik di
hutan Halmahera akan menjadi sasaran pihak luar. Seharusnya Beliau
berkomentar berdasarkan dengan bukti hukum, bukan asumsi. Beliau harus
menyadari tugasnya tidak saja memberikan rasa aman kepada masyarakat
sekitar, tapi juga rasa aman kepada suku Togutil. Kapolres harus
mengirim tim untuk melakukan penyelidikan atas kasus pengrusakan ini,
bukan mengirim pasukannya untuk mengawal aktivitas warga yang akan ke
kebun karena takut bertemu Suku Togutil.
Kepada Malut Post, Radar Halmahera dan Posko Malut, kami berharap
berita dengan judul tersebut segera diklarifikasi dalam pemberitaan dan
menyampaikan permintaan maaf kepada Suku Togutil. Sesungguhnya ini
sangat menyakitkan hati masyarakat adat, termasuk Suku Togutil.
Kami juga meminta semua pihak termasuk Kapolres Haltim AKB Johnson
M. Hasuban untuk menghargai dan menghormati keberadaan suku Togutil di
Halmahera. Keberadaan mereka diakui oleh UU di Republik Indonesia ini
dan juga dihormati berdasarkan Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa
mengenai Hak-Hak Masyarakat Adat. Mereka sama derajatnya dengan
kelompok di luar mereka.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara menyampaikan bahwa Suku Togutil adalah manusia-manusia yang beradab. Mereka telah memberi kita contoh untuk menjaga alam. Mereka menjadi bagian terpenting dari masyarakat Maluku Utara yang telah menjaga hutan Halmahera yang saat ini bisa kita nikmati sama-sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar