Rabu, 21 Agustus 2013

Masyarakat Adat Menyampaikan Kasus Agraria ke AMAN


10.400 hektare Tanah adat totodoku di kuasai PT Indo Bumi Nikel

TERNATE – Berkisar 11 Komunitas masyarakat adat dari berbagai kabupaten di Maluku Utara (Malut) mengungkapkan sejumlah kasus agraria yang terjadi dalam komunitas mereka ke Badan pengurus Harian (BPH) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Malut. 

Ketua BPH AMAN Malut Lagi Memandu Materi Ke-AMAN-aN
Komunitas Masyarakat adat  tersebut yakni, Komunitas Kobe, Gemaf, Messa, dan Sagea Halmahera Tengah (Halteng), Gura, Mumulati, Pagu dari Halmahera Utara (Halut) Dodaga, Totodoku, Halewaruru, dan Lolobata dari Halmahera Timur (Haltim). Komunitas ini mengungkapkan kasus agraria pada Trainning Community Organizer bertajuk ”Masyakat Adat : Kedaulatan Atas Tanah, Wilayah, dan Sumber Daya Alam,” yang di gelar AMAN Malut di Hotel Bukit Pelangi, Ternate selama tiga hari (14-16/8).

Dalam pelatihan tersebut, hadir sebagai fasilitator dan pemateri yakni, Direktur Advokasi PB AMAN Erasmus Cahyadi, Direktur Walhi Malut Ismet Suleman, Akademisi/Sosiolog Herman Oesman, Akademisi/LSM Hasby Jusuf, Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Kota Ternate Mahcmud Ici, Direktur LSM eL-SiL Kieraha (Lembaga Pesisir dan Lautan) Thamrin Ali Ibrahim, dan Ketua BPH AMAN Malut Munadi kilkoda.

Sala satu perserta Community Organizer menyampaikan kasus perusahan tamabang
Komunitas Totodoku Yusup Patani mengatakan, di Totodoku tempat suku Tobelo dalam bermukim, tidak dapat mengakses lahan perkebunan mereka karena harus berhadapan dengan PT Indo Bumi Nikel yang telah menguasai 10.400 hektare Tanah adat totodoku suku Tobelo Dalam. ”Ada 46 KK (Kepala Keluarga) Suku Tobelo Dalam yang di keluarkan dari hutan oleh pemerintah Haltim untuk di mukimkan di perumahan namun, hutan yang menjadi sumber kehidupan, kini telah di kuasai PT Indo Bumi Nikel dan Taman Nasional,” kata Susup.

Selain itu, keresaan masyarakat adat juga dengan adanya taman nasional yang mengkapling wilayah adat di komunitas Kube dan Sawai di Halteng. ”Konflik masyarakat adat dengan PT Weda Bay Nikel terus terjadi. Bahkan tama Nasional juga mebatasi akses masyarakat adat ke hutan. Padahal di situ tempat kami berkebun mengambil umbi-umbian,” tegas Edy dari Komunitas Kobe.

Konflik yang terus terjadi di tengah komunitas masyarakat adat yang ada di Malut juga sulit mendapatkan akses pemberitan di media massa. Hal ini di akui oleh ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) kota Ternate, Mahcmud Ici saat memberikan materi dalam Trainning CO.” Komunitas-komunitas yang tergabung dalam AMAN Malut penting untuk di bekali pelatihan jurnalisme Warga. Jika sudah di bekali, komunitas dapat secara langsung mengirimkan informasi ke media massa,” kata Mahcmud.

”Konflik agraria yang terjadi di komunitas masyarakat adat bukan hanya masalah komunitas tetapi hal ini menjadi masalah bersama. Sebab, dampak lingkungan hidup juga berimbas pada kita semua,” tegasnya.
Narasumber Dari Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara

Menanggapi hal tersebut, Ketua BPH AMAN Malut mengatakan, kegiatan pelatihan terebut semata-mata berjutuan untuk memperkuat peran organisasi AMAN di tingkat pengurus wilayah untuk dapat mempercepat pelayanan kepada anggota komunitas. Selain itu, kegiatan ini untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan kader pemula dan kader penggerak masyarakat adat dalam melakukan pembelaan, pelayanan dan perlindungan kepada komunitas masyarakat adat.

”AMAN Malut siap mendorong organisasi komunitas agar terus berkonrtibusi terhadap perubahan kebijakan yang lebih berpihak pada masyarakat adat. Perjuangan ini penting sebab, banyak masyarakat adat terus tertidas akibat dari kebijakan yang hanya berpihak pada pemodal asing,” kata Munadi. (Faris)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar