Banemo - Masyarakat adat
hidup berdasarkan asal usul leluhur secara turun-temurun diatas
wilayah adat dengan memiliki kedaulatan atas tanah, wilayah,
sumberdaya alam, dan kearifan local yang diatur untuk keberlangsungan
hidup mereka berdasarkan hukum adat. Ciri inilah membedakan
masyarakat adat dengan masyarakat lain. Demikian disampaikan Albert
Ngini, Kepala Unit Kerja Pemetaan Partisipatif (UKP3) AMAN Maluku
Utara saat memfasilitasi Lokakarya Pemetaan Wilayah Adat Pnu Banemo.
Pemetaan partisipatif komonitas Pnu banemo |
Kegiatan tersebut dilaksanakan pada
11-12 Februari 2015, bertempat di kantor desa Bobane Indah. Peserta
yang hadir adalah tokoh-tokoh adat dan kelompok pemuda adat dari desa
tersebut. Sebelumnya pemerintah telah memekarkan Banemo menjadi tiga
desa, desa Bobane Indah, Bobane Jaya dan Banemo, namun mereka adalah
satuan wilayah adat yang disebut Pnu Banemo.
Albert melanjutkan identifikasi
wilayah adat melalui proses pemetaan bertolak dari sejarah penguasaan
wilayah adat. Tahapan pertama adalah melakukan sosialisasi,
lokakarya, survei, verifikasi antar komunitas dan sampai pada
pengesahan peta. Tahapan ini, komunitas masyarakat adat yang
bertetangga akan dilibatkan untuk sama-sama melakukan verifikasi
batas wilayah yang sudah dipetakan. Selain itu, peta yang dimiliki
akan menjadi basis klaim yang memperkuat posisi masyarakat adat
ketika berhadapan dengan pihak luar yang mau menguasai wilayah adat.
Sementara Irawan Jalal, salah satu
tokoh pemuda Banemo, juga Koordinator Aliansi Peduli Patani Barat
dalam Lokakarya tersebut mengatakan “Rencana investasi sawit PT
Manggala Rimba Sejahtera akan menguasai hutan mereka sebesar 11.870
hektar. Namun mendapat penolakan keras dari masyaraka adat Pnu Banemo
karena HGU perusahaan berada dalam kebun pala masyarakat yang selama
ini merupakan sumber ekonomi masyarakat”, tegasnya
menyusuri pengunungan mengambil titik koordinat |
Hal senada disampaikan juga Iswadi Saleh, Tokoh pemuda Pnu Banemo yang selama ini getol menolak sawit, ” Pala itu jangan hanya dilihat hanya sebagai komoditas yang bernilai ekonomi, namun menjadi identitas kami sebagai masyarakat Banemo. Jadi wajar kalau kami menolak kehadiran PT MRS” tuturnya.
Kegiatan ini dilakukan untuk memberi
pemahaman tentang defenisi, keguanaan dan fungsi peta. Setelah itu
peserta lokakarya mulai menggali sejarah kepemilikan wilayah dan
batas-batas wilayah adat kemudian dituangkan dalam bentuk gambar
sketsa.
Hari kedua, peserta diajarkan
teknik-teknik survei pemetaan dan bagaimana penggunaan alat GPS oleh
Adlun Fiqri, staff UKP3 AMAN Malut. Oleh Fiqri dijelaskan GPS atau
Global Positioning System adalah sistem posisi global untuk
menentukan koordinat sebuah obyek, lalu menerjemahkannya dalam bentuk
peta digital. GPS memiliki banyak fungsi salah satunya bisa digunakan
dalam pemetaan wilayah adat dengan skala yang luas dan untuk
pendokumentasian wilayah masyarakat adat,” tutupnya.
Setelah dua hari latihan dengan alat
pemetaan, pada hari ketiga masyarakat bersama-sama mengambil titik
koordinat sesuai batas wilayah adat yang sudah disepakati oleh mereka
***Ubaidi Abdul Halim