![]() |
Aksi Memperingati HKMAN Ke 14 Oleh AMAN MALUT |
SOFIFI – Masyarakat adat saat ini diperhadapkan dengan model pembangunan yang
skala masif dan merampas hak – hak mereka, baik hak atas tanah, wilayah dan
sumberdaya alam. Ini bisa dilihat ratusan izin pertambangan dan perkebunan yang
dikeluarkan oleh pemerintah daerah Maluku Utara hampir semuanya berada diatas
tanah – tanah adat.
Dimana – mana terjadi konflik agraria karena kebijakan tersebut tidak
berdasar pada kehendak masyarakat adat tapi berdasarkan pada kehendak
pemerintah. Konflik ini sangat merugikan masyarakat adat, karena mereka harus
menerima resiko di kriminalisasi oleh aparat negara jika berani melawan
kebijakan tersebut.
Satu demi satu masyarakat adat di kriminalisasi. AMAN Maluku Utara mencatat
dalam 6 bulan berjalan, sudah 50 orang masyarakat adat yang harus berurusan
dengan polisi. ”Baru 6 bulan berjalan sudah 50 orang masyarakat adat yang
ditangkap sebagian dibebaskan bahkan juga ada yang dipenjara berbulan – bulan”
ungkap Munadi Kilkoda, Deputi AMAN Maluku Utara.
AMAN Maluku Utara menyesalkan Maluku Utara di design dengan mengandalkan
sektor tambang. Bahkan skema Masterplan Percepatan dan Perluasaan Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia (MP3EI) mendorong tambang sebagai sektor unggulan di
Halmahera. Ini tidak sebanding dengan daya dukung lingkungan dan mempersempit
ruang hidup masyarakat adat. ”168 IUP dikeluarkan oleh Pemda kita bahkan akan
bertambah karena MP3EI itu dan kami pastikan hampir sebagian besar izin tambang
ini ada diatas tanah – tanah adat, izin – izin ini juga akan memberikan dampak
negatif bagi kelangsungan hidup masyarakat adat dan Maluku Utara, karena itu
kami desak di tinjau ulang” Tegas Munadi dalam orasinya.
AMAN juga mendesak kepada pemerintah Republik Indonesia untuk segera
mengesahkan Rancangan Undang – Undang Perlindungan dan Pengakuan Hak – Hak
Masyarakat Adat. RUU PPHMA yang saat ini sudah di bahas DPR RI ini penting ada
untuk memastikan hak – hak masyarakat adat itu dilindungi dan diakui baik hak
atas tanah, wilayah dan sumberdaya alam. Bahkan juga menjadi solusi dalam
penyelesaian konflik agraria. ”Pemerintah Maluku Utara harus mendukung RUU
segera disahkan, ini sebagai pertanggungjawabn konstitusional mereka kepada
masyarakat adat” Ungkap Mahyudin Rumata ketika membacakan pernyataan sikap.
Aksi ini digelar pada tangal 18 Maret 2013, dipusatkan di Sofifi sebagai
ibukota provinsi. Massa aksi yang berasal dari AMAN Maluku Utara, BPAN Maluku
Utara, Komunitas Masyarakat Adat Pagu, dan Komunitas Masyarakat Adat Sawai ini
melakukan orasi di kantor DPRD sejak 09.30 dan menutup orasi mereka pada pukul
14.30 di kantor Gubernur Maluku Utara. Selain berorasi, massa aksi juga
membagikan selebaran yang isinya menyampaikan pesan tentang situasi yang
dihadapi oleh masyarakat adat serta meminta publik untuk mendukung pengesahan
RUU PPHMA. Setelah itu mereka kembali dengan tertib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar