WEDA – Komisi Hak Azasi Manusia (Komnas Ham) kembali
menyambangi Kabupaten Halmahera Tengah. Kedatangan mereka terkait aduan
masyarakat menyangkut dengan problem agraria di sektor pertambangan
yang belum kunjung selesai. Komisioner Komnas HAM, Sandra Moniaga
usai bertemu dengan Wakil Bupati Halteng Soksi H. Ahmad menjelaskan
bahwa agenda kunjungan mereka ke Halteng dalam rangka meneliti konflik
agraria di sektor kehutanan dan pertambangan. Dijelaskannya, bahwa Malut
menjadi fokus mereka untuk mempelajari karakterstik dari konflik
agraria di sektor kehutanan yang terkait pertambangan. ”Konflik dalam
bahasa kami bukan hanya konflik fisik tapi konflik klaim hak atas tanah,
hak asasi manusia dan lainnya,” jelasnya.
Dalam rangka itu, kedatangan mereka untuk bertemu dengan Pemkab Halteng, masyarakat dan PT. WBN sebagai perusahan pertambangan yang paling lama berada di Halteng, termasuk dengan Plh Gubernur Malut Madjid Husen. “Untuk di Halteng sendiri ada problem ganti rugi lahan antara masyarakat Desa Gemaf dan PT. WBN. Komnas pernah pemenerima aduan dari masyarakat tentang itu sehingga kami ke sini melihat lebih dalam apakah persoalan itu sudah selesai atau belum. Dan ternyata belum juga selesai,” ujar Sandra.
Mengenai ganti rugi lahan itu sendiri, Komnas HAM telah mengeluarkan rekomendasi kepada pihak PT. WBN. Namun dari hasil diskusi yang dilakukan dengan Pemkab, ada informasi bahwa problem itu adalah arena perdata antara masyarakat dan perusahan, karena masyarakat lain sudah terima ganti rugi. “Pemkab mencoba mencari titik tengah, perundingan antara WBN dan amsyarakat. Sebab masing-masing masih bersikukuh dengan nilai ganti rugi yang ada,” jelasnya.
Sandra mengaku usai melakukan pertemuan dengan pihak masyarakat, perusahan (WBN) dan lainnya, barulah Komnas HAM menentukan langkah apa yang akan dilakukan. Berkaitan dengan hal lain, dia mengaku melakukan share untuk menggali apa saja kebijakan Pemkab Halteng dalam menghadapi masalah konflik kehutanan itu. “Konflik agraria ini penting diteliti dan dicari solusinya bersama guna diselesaikan ganti rugi lahan itu,” paparnya.
Dirinya mengaku, dari hasil sharing yang dilakukan itu, diketahui kawasan hutan Halteng memang cukup luas akan tetapi Pemkab tidak tahu jelas berapa angkanya. Tidak itu saja, terdapat banyak IUP yang tumpang tindih karena dikeluarkan oleh gubernur dan bupati. “Untuk itu kami akan pelajari sejauh mana tumpang tindih yang terjadi,” katanya lagi. (day/kox)
sumber:http://malutpost.co.id/?p=55959